DinasPariwisata Kulonprogo resmi menguji coba 31 objek wisata untuk dibuka secara terbatas pada Sabtu (23/10/2021). Seiring dengan dibukanya objek wisata secara terbatas, pengelola wisata diminta untuk membentuk satuan tugas penanganan Covid-19 untuk mengantisipasi terjadinya klaster.
1) Bidang Destinasi dan Industri Pariwisata dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. (2) Bidang Destinasi dan Industri Pariwisata mempunyai tugas menghimpun, mengoordinasikan dan merumuskan kebijakan teknis serta melaksanakan kegiatan Destinasi dan Industri Pariwisata. (3) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1
LAPORANTUGAS AKHIR ANALISIS SWOT UNTUK STRATEGI PENGEMBANGAN OBJEK WISATA AIR TERJUN PARANG IJO DI KECAMATAN NGARGOYOSO (Studi Kasus: Objek Wisata Air Terjun Parang Ijo, Jl. Munggur Raya, Mlinggur, Girimulyo, Ngargoyoso, Kab. Karanganyar, 57793) Gambar 2.1 Struktur Organisasi Pengelola Objek Wisata
Dalamdokumen Pengembangan Kawasan Wisata Bahari Kecamatan Watulimo; Kabupaten Trenggalek (Halaman 158-200) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Saran. Terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil arahan yang didapat dari hasil penelitian. Untuk itu saran yang diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
UVrD Pengelola Objek Wisata Pantai dan Pulau Angso Duo. yang menjadi kewenangan Daerah dan Tugas Perbantuan yang ditugaskan kepada Daerah Kota; pelaksanaan kebijakan di bidang destinasi dan daya tarik wisata, bidang promosi dan kerjasama pariwisata dan bidang seni dan budaya, dan UPTD. Pengelola Objek Wisata Pantai dan Pulau
GugusTugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jawa Barat melayangkan surat teguran kepada empat pengelola tempat wisata di Kawasan Puncak, Cisarua, Kabupaten
PengelolaanDesa Wisata Berbasis Masyarakat. Admin , 9 months ago 0 7 min 745. Oleh Tim Asisten Penelitian Atourin. Desa wisata kini menjadi tren pariwisata dunia. Desa wisata didefinisikan sebagai kawasan perdesaan yang memiliki karakteristik tertentu untuk menjadi destinasi wisata. Biasanya, yang menjadi daya tarik wisata di desa wisata yaitu
Purwokerto(ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, melalui Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) setempat meminta seluruh pengelola objek wisata di wilayah itu untuk tetap mengaktifkan Gugus Tugas COVID-19 meskipun momentum libur Lebaran 2021 telah berakhir.
pengelolaobjek wisata harus melakukan berbagai cara untuk menarik wisatawan, baik dalam maupun luar negeri, salah satunya adalah dengan melakukan komunikasi pemasaran yang Tugas tersebut berupa upaya menanyakan kepada tiap-tiap khalayak sasaran apakah mereka mengingat pesan, berapa kali mereka melihat pesan trersebut, apa informasi utama
BATANG- Sejumlah objek wisata ditutup selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, 3-20 Juli 2021. Para pengelola yang membandel akan dikenai sanksi tegas. Sekretaris Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disparpora} Kabupaten Batang, Suprayitno, menyampaikan, pihaknya akan menutup izin operasional setiap objek wisata
UpPzp5. Pengelolaan obyek wisata atau pariwisata haruslah mengacu pada prinsip-prinsip pengelolaan yang menekankan nilai-nilai kelestarian lingkungan alam. Menurut Ricardon dan Fluker 2004 178, yang harus dicakup dalam manajemen pariwisata paling tidak terfokus dalam manajemen pariwisata yang paling tidak terfokus pada konsep values tourism yang diluncurkan pada tahun 1995 oleh The Pasific Asia Travel Asosiation PATA, yaitu Memenuhi kebutuhan konsumen wisatawan, Meningkatkan kontribusi ekonomi bagi ekonimi nasional Negara bersangkutan, Meminimalisi dampak pariwisata terhadap lingkungan, Mengakomodasi kebituhan dan keinginan negara tuan rumamh yang menjadi tujuan wisata, Menyediakan pengembalian finansial yang cukup bagi orang-orang yang berusaha di pariwisata. Values atau nilai-nilai yang harus dipertimbangkan menyangkut konsumen, budaya, dan warisan budaya, ekonomi, ekologi, finansial, sumberdaya manusia, peluang masa depan, dan sosial. Menurut Pitan dan Diarta 2009 86, tujuan dari pengelolaan atau manajemen pariwisata adalah untuk menyeimbangkan pertumbuhan dan pendapatan ekonomi dengan pelayanan kepada wisatawan serta perlindungan terhadap lingkungan dan pelestarian keberagaman budaya. Indikator untuk monitoring dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Indikator untuk Monitoring dan Evaluasi Pembangunan Pariwisata No Indikator Ukuran Spesifik 1 Perlindungan lokasi Daya dukung, tekanan terhadap area dan kemenarikan 2 Tekanan Jumlah wisatawan yang berkunjung pertahun/bulan/masa puncak 3 Intensitas pemanfaatan Intensitas pemanfaatan pada waktu puncak wisatawan/ha 4 Dampak sosial Rasio antara wisatawan dan penduduk lokal pada waktu puncak/rata-rata 5 Pengawasan pembangunan Adanya prosedur secara formal terhadap pembangunan di lokasi dan kepadatan pemanfaatan 6 Pengelolaan limbah Persentase limbah terhadap kemampuan pengelolaan. Demikian pula terhadap rasio kebutuhan dan suplai air bersih 7 Proses perencanaan Mempertimbangkan perencanaan regional termasuk perencanaan wisata regional 8 Ekosistem kritis Jumlah spesies yang masih jarang dan dilindungi 9 Kepuasan pengunjung Tingkat kepuasan pengunjung berdasarkan pada kuisioner 10 Kepuasan penduduk lokal Tingkat kepuasan penduduk lokal berdasarkan kuisioner 11 Kontribusi pariwisata terhadap ekonomi lokal Proporsi antara pendapatan total dengan pariwisata Sumber WTO 1996 dalam Fandeli 2005 Dari uraian diatas, maka dalam pengelolaan pariwisata diperlukan keterlibatan semua pemangku kepentingan di bidang pariwisata untuk mengintegrasikan kerangka pengelolaan pariwisata. Pemangku kepentingan yang dimaksud adalah staf dari industri pariwisata, Konsumen, Investor dan developer, pemerhati dan penggiat warisan dan pelestari budaya, pemerintah, dan pelaku ekonomi lokal dan nasional. Pemangku kepentingan diatas memiliki harapan dan nilai yang berbeda yang perlu dikelola sedemikian rupa agar diadopsi dan terwakili dalam perencanaan, pengembangan, dan operasionalisasinya. Menurut Cox dalam Dowling dan Fannel 2003 2, pengelolaan pariwisata harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut Pembangunan dan pengembangan pariwisata haruslah didasarkan pada kearifan lokal dan special local sense yang merefleksikan keunikan peninggalan budaya dan keunikan lingkungan. Preservasi, proteksi dan peningkatan kualitas sumber daya yang menjadi basis pengembangan kawasan pariwisata. Pengembangan atraksi wisata tambahan yang mengakar pada khasanah budaya lokal. Pelayanan kepada wisatawan yang berbasis keunikan budaya dan lingkungan lokal. Memberikan dukungan dan legitimasi pada pembangunan dan pengembangan pariwisata jika terbukti memberikan manfaat positif, tetapi sebaliknya mengendalikan dan/atau menghentikan aktivitas menghentikan pariwisata tersebut jika melampaui ambang batas carrying capacity lingkungan alam atau akseptabilitas sosial walaupun di sisi lain mampu meningkatkan kepadatan masyarakat. Untuk mencapai tujuan pariwisata yang berkelanjutan baik secara ekonomi, sosial-budaya maupun lingkungan yang efektif, pengelola wajib melakukan manajemen sumber daya yang efektif. Manajemen sumber daya ditujukan untuk menjamin perlindungan terhadap ekosistem dan mencegah degradasi kualitas lingkungan. Untuk mencapai tujuan pariwisata yang berkelanjutan baik secara ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan, maka pengelola wajib melakukan manajemen sumber daya yang efektif. Menjadikan lingkungan sedemikian rupa sehingga tidak teganggu keseimbangannya. Menurut Pitana dan Diarta 2009 90, pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut Menggunakan sumber daya yang terbarukan renewable resources. Pemanfaatan untuk berbagai kepentingan multiple uses. Daerah zona designated/zonasi. Konservasi dan preservasi sumber daya conservation and preservation of resources. Dengan mengacu prinsip-prinsip di atas maka manajemen sumber daya pariwisata harus memperlihatkan flora dan fauna, sumber daya air, sanitasi, limbah, kualitas udara, kawasan pesisir, pantai, zoning dan kepedulian lingkungan. Untuk mensinergikan pengelolaan pariwisata yang memenuhi prinsipprinsip pengelolaan, diperlukan suatu metode pengelolaan yang menjamin keterlibatan semua aspek dan komponen pariwisata. Menurut WTO dalam Richardson dan Fluker 2004 183, ada beberapa metode dalam pengelolaan pariwisata, yaitu Pengonsultasian dengan semua pemangku kepentingan, Pengidentifikasi isu, Penyusunan kebijakan, Pembentukan dan pendanaan agen dengan tugas khusus, Penyediaan fasilitas dan operasi, Penyediaan kebijakan fiskal, regulasi, dan lingkungan sosial yang kondusif, Penyelesaian konflik kepentingan dalam masyarakat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melalui pertemuan formal dengan dewan pariwisata. Dalam hal penyusunan kebijakan akan menjadi tuntutan bagi pelaku pariwisata dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan pariwisata. Dalam pembentukan agen, bertujuan menghasilkan rencana strategi sebagai panduan dalam pemasaran dan pengembangan fisik di daerah tujuan wisata. Dalam hal penyediaan fasilitas dan operasi, pemerintah berperan dalam memberi modal usaha, pemberian subsidi kepada fasilitas, dan pelayanan yang vital. Penyelesaian konflik merupakan peran yang sulit tetapi akan menjadi salah satu peran yang sangat penting dalam era dimana isu lingkungan dan konservasi sumber daya menjadi isu penting.
Latar Belakang. Salah satu aspek penting dalam mewujudkan pengelolaan wisata yang profesional, efektif dan efisien adalah dengan menerapkan Standar Operasional Prosedur SOP pada seluruh proses penyelenggaraan pengelolaan wisata. Hal ini penting karena Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan Tugas dan fungsi pokok Pokdarwis. SOP juga merupakan alat penilaian kinerja Pokdarwis berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. SOP berisi Prosedur Kerja yaitu urutan-urutan yang telah dibuat dalam melakukan suatu pekerjaan dimana terdapat tahapan demi tahapan yang harus dilalui sehingga terlihat jelas adanya aturan yang harus ditaati oleh orang yang akan menjalankan prosedur kerja pada bidang tugas yang telah mereka kerjakan dan membuat suatu pekerjaan itu mudah dimengerti dan dipahami. Dengan adanya standar operasional prosedur kerja di Pokdarwis maka dapat dilakukan evaluasi dan peningkatan kualitas kerja yang lebih baik seiring dengan berjalannya waktu. Standar operasional prosedur ialah suatu rincian tertulis dalam bentuk dokumen yang berisi instruksi dan semua aktivitas yang dijalankan dengan periodik, berulang serta rutin. Tujuan SOP adalah menciptakan komitmen mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja. Setiap unit kerja pada sebuah organisasi pasti memiliki sebuah SOP untuk menjaga kualitas kinerja dari masing-masing anggota. Oleh karena itu penyusunan Standar Operasional Prosedur SOP Pokdarwis Jalatunda Berdaya dalam pengelolaan wisata sangat diperlukan, SOP yang perlu diatur antara lain tentang Standar Operasional Prosedur Bagi Pengelola, Pengunjung, Pedagang, Operasional Pengelolaan Wisata Serta SOP tentang pembagian Sisa Hasil Usaha SHU. Adapun SOP lainnya dapat disusun menyusul sewaktu-waktu sesuai kebutuhan berdasarkan keputusan rapat anggota Pokdarwis Jalatunda Berdaya. Dengan adanya Standar Operasional Prosedur, penyelenggaraan dan pengelolaan wisata oleh Pokdarwis Jalatunda Berdaya dapat berjalan dengan baik dan lancar. Berbagai bentuk masalah dan penyimpangan dapat dihindari atau sekalipun terjadi masalah dan penyimpangan baik di dalam pokdarwis itu sendiri maupun dalam penyelenggaraan dan pengelolaan wisata, hal tersebut dapat ditemukan penyebabnya dan bisa diselesaikan dengan cara yang tepat. Apabila semua kegiatan sudah sesuai dengan yang ditetapkan dalam Standar Operasional Prosedur, maka secara bertahap kualitas pelayanan publik Pokdarwis Jalatunda Berdaya akan lebih profesional, ramah, efektif dan efisien. Tujuan Standar Operasional Prosedur SOP. a. Agar petugas/pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja. b. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi. c. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas/pegawai terkait. d. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya. e. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi, dan inefisiensi. Fungsi Standar Operasional Prosedur SOP. a. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja. b. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan. c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak. d. Mengarahkan petugas/pegawai untuk sama-sama disiplin dalam bekerja. e. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin. Oleh karena itu diperlukan standar-standar operasi prosedur sebagai acuan kerja secara sungguh-sungguh untuk menjadi sumberdaya manusia yang profesional, handal sehingga dapat mewujudkan visi dan misi Pokdarwis Jalatunda Berdaya. Manfaat Standar Operasional ProsedurSOP. a. sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan yang sesuai tugasnya. b. Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas. c. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab individual pegawai dan organisasi secara keseluruhan. d. Membantu pegawai menjadi lebih mandiri dan tidak bergantung pada intervensi manajemen, sehingga akan mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari. e. Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan tugas. f. Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan memberikan pegawai cara konkrit untuk memperbaiki kinerja serta membantu mengevaluasi usaha yang telah dilakukan. g. Memastikan pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan dapat berlangsung dalam berbagai situasi. h. Memberikan informasi mengenai kualifikasikompetensi yang harus dikuasai oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya. i. Memberikan informasi dalam upaya peningkatan kompetensi pegawai. j. Memberikan informasi mengenai beban tugas yang dipikuloleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Ketentuan- Ketentuan yang diatur dalam SOP Pokdarwis Jalatunda Berdaya. Pengelola 1. Pengelola adalah seluruh anggota Pokdarwis Jalatunda Berdaya ataupun orang yang terlibat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan wisata di Desa Jalatunda. 2. Pengelola wajib mematuhi waktu jam kerja wisata yaitu pukul Kecuali petugas yang mengelola wisata malamcamping ground dll. 3. Setiap pengelola berhak mendapatkan hak dan perlakuan yang sama. 4. Pengelola berhak mendapatkan honor sesuai unit/beban kerja. 5. Pengelola harus bekerja dan bertanggung jawab sesuai tupoksinya. 6. Pengelola wajib menyusun laporan bulanan sesuai unit kerjanya. 7. Pengelola wajib menciptakan sapta pesona Keamanan, Ketertiban, Kebersihan, Kesejukan, Keindahan, Keramahan, Kenangan dilingkungan wisata dan desa Jalatunda pada umumnya dengan mengedepankan budaya 3S senyum, salam, Sapa. 8. Pengelola yang bertugas sebagai Tour guide atau pengelola wahana wajib beramah tamah terhadap pengunjung dan mengutamakan keamanan dan keselamatan pengunjung. 9. Apabila terjadi kecelakaan kerja pengelola unit usaha akan mendapat asuransi atau diberikan bantuan pengobatan sesuai dengan kesepakatan dalam rapat anggota Pokdarwis Jalatunda Berdaya. 10. Pengelola wajib melakukan pengecekan terhadap sarana prasarana maupun wahana yang ada di lokasi wisata secara berkala. 11. Pengelola yang tidak bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku akan dikenai teguran atau sanksi. 12. Pengelola yang terbukti melakukan tindakan penggelapan/korupsi akan ditindak sesuai aturan yang berlaku. 13. Petugas yang melakukan tindakan asusila atau mencoreng nama baik wisata akan diberikan teguran bahkan sanksi pengeluaran. 14. Pengelola harus mematuhi segala tata tertib yang ada. Pengunjung 1. Jadwal berkunjung adalah pukul WIB kecuali untuk wisata malam 2. Pengunjung wajib memiliki tiket masuk wisata, bagi pengunjung yang tak bertiket maka akan di proses sesuai ketentuan yang ada. 3. Pengunjung Wajib menjaga kebersihan, keamanan dan ketertiban selama di lokasi wisata 4. Pengunjung dilarang melakukan hal- hal yang betentangan dengan norma agama dan negara. 5. Pengunjung harus mengormati tradisi, adat-istiadat dan budaya yang ada di desa Jalatunda. 6. Pengunjung di larang merubah, merusak segala sarana prasarana, wahana serta kekayaan alam yang ada di lokasi wisata. 7. Apabila terjadi kecelakaan pengunjung, maka pengunjung akan mendapat asuransi atau diberikan bantuan pengobatan sesuai dengan kesepakatan dalam rapat anggota Pokdarwis Jalatunda Berdaya. 8. Pengunjung yang melanggar tata tertib serta norma yang ada akan di tegur bahkan di proses secara hukum. 9. Pengunjung wajib mematuhi tata tertib yang ada di lingkungan wisata dan desa Jalatunda Pedagang 1. Pedagang diutamakan dari kelompok Pokdarwis Jalatunda Berdaya. 2. Pedagang umum yang boleh berdagang diutamakan berbentuk kelompok dan mempunyai produk khas sendiri. 3. Produk kelompok berbentuk makanan, minuman, dan barang kerajinan khas desa Jalatunda. 4. Pedagang dilarang menggunakan bahan pengawet dan bahan terlarang lainnya. 5. Pedagang dilarang menjual barang-barang terlarang seprti miras, dan obat-obatan terlarang lainnya. 6. Pedagang dilarang melakukan persaingan secara tidak sehat sesama pedagang. 15. Pedagang diharuskan mewujudkan sapta pesona Keamanan, Ketertiban, Kebersihan, Kesejukan, Keindahan, Keramahan, Kenangan dilingkungan wisata dan desa Jalatunda pada umumnya dengan mengedepankan budaya 3S senyum, salam, Sapa. 7. Pedagang perorangan akan diperbolehkan dan dilayani ketika kebutuhan stand Pokdarwis dan Kelompok sudah tercukupi stand masih tersisa. 8. Biaya pendaftaran untuk berjualan sebesar Rp……. 9. Jika pendaftar melebihi kuota tempat berdagang maka dilakukan sistem lelang. 10. Tempat berjualan disediakan oleh Pokdarwis Jalatunda Berdaya. 11. Jika lokasi berdagang belum tersedia maka pedagang kelompok/perorang dapat membangun sendiri lokasi berdagang. Biaya yang harus dibayar oleh pedagang adalah biaya pendaftaran awal atau lelang dikurangi dengan biaya pembangun. 12. Pedagang diwajibkan membayar retribusi sebesar Rp 2000 perhari. 13. Pedagang diwajibkan membayar biaya listrik sebesar Rp….. perbulan atau biaya tambahan lainnya sesuai kesepakatan. 14. Bentuk, model, dan bahan tempat berjualan ditentukan dan diatur oleh kesepakatan bersama rapat angggota Pokdarwis Jalatunda Berdaya. 15. Pedagang dilarang mendirikan bangunan tambahan tanpa seizin Pokdarwis. 16. Pedagang wajib menjaga kebersihan dan keindahan lokasi wisata. 17. Pedagang membawa atau menyerahkan sampah seusai berdagang setiap harinya. 18. Pedagang dilarang menjual barang dengan harga terlalu mahal diluar harga eceran tertinggi atau “menengkal pembeli”. 19. Pedagang diwajibkan menjaga dan memelihara lokasi berdagang. 20. Pedagang dilarang merubah, merusak, atau mengganti bahan material bangunan tanpa seizin Pokdarwis. Pendapatan 1. Pembagian pendapatan dari hasil tiket adalah 30% 70% yaitu 30% untuk pihak perhutani dan 70% untuk Pokdarwis. 2. Pendapatan dari wahana, penggunaan sarana prasarana, parkir, dan pendapatan lain yang sah dalam pengelolaan wisata sepenuhnya milik Pokdarwis. Biaya Operasional 1. Biaya operasional adalah seluruh pembiayaan yang dikeluarkan dalam proses penyelenggaraan dan pengelolaan wisata. 2. Biaya operasional meliputi honor pegawai, biaya listrik, air, ATK alat tulis kantor, pengadaan alat/sarana prasarana penunjang, biaya kebersihan, event kegiatan, biaya rapat, biaya dokumentasi dan publikasi, serta biaya lainnya yang bersangkutan dengan kegiatan wisata. 3. Honor pegawai maksimal sebesar 30% dari pendapatan atau sesuai dengan beban kerja/resiko dari unit usaha yang dikelola setiap bulannya 4. Pembelanjaan barang atau material tidak melebihi Rp dalam satu bulan. 5. Biaya pengadaan barang/material yang nilainya melebihi Rp harus mendapat persetujuan anggota pengurus Pokdarwis Jalatunda Berdaya. 6. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelanjaan alat dan material yang tidak habis pakai harus masuk inventaris. 7. Biaya operasional dikeluarkan setiap bulan setelah pengurus atau anggota Pokdarwis Jalatunda Berdaya mendapatkan laporan dari petugas penglola unit wisata. 8. Biaya opersional dalam satu tahun pertama maksimal 40% dari total pendapatan yang diterima Pokdarwis Jalatunda Berdaya dalam bulan tersebut. Sisa Hasil Usaha 1. SHU adalah keseluruhan pendapatan kotor tiket, wahana, parkir, pendapatan lainnya yang sah dikurangi keseluruhan biaya operasional dalam satu tahun. 2. Minimal 55% dari SHU digunakan untuk pengembangan wisata. 3. Maksimal 20% dari SHU dialokasikan sebagi pendapatan asli desa PAD. 4. Maksimal 5% dari SHU digunakan untuk pengembangan BUMDes. 5. Maksimal 5% daru SHU digunakan sebagai kas Karang taruna Antareja Bhakti. 6. Maksimal 5% dari SHU digunakan untuk kas LMDH lembaga masyarakat desa hutan Reksa wana. 7. Maksimal 5% dari SHU digunakan untuk pembagian atas pembebasan lahan warga yang digunakan sebagai akses jalan wisata. 8. Maksimal 5% dari SHU digunakan untuk kegiatan sosial dan pemeliharaan linkungan. Hadiah Reward 1. Reward diberikan kepada petugas yang memiliki loyalitas lebih terhadap pengelolaan wisata. 2. Reward dapat berupa uang atau barang dengan niali sesuai dengan keputusan Pokdarwis Jalatuda Berjaya. Penutup 1. Segala tata tertib dan peraturan yang belum tercantum didalam AD/ART maupun SOP akan diatur dalam rapat anggota. 2. Seluruh anggota Pokdarwis Jalatunda Berdaya atau pihak lain yang terlibat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan wisata harus mentaati segala perturan yang ada.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan pengelolaan objek wisata eremmerasa berdasarkan Peraturan Daerah Tahun 2017 Tentang Penarikan Retribusi Rekreasi dan Objek Wisata, yaitu SOP/biaya operasional di tanggung oleh dinas pariwisata, kemudian semua pembayaran karcis biaya masuk ke objek wisata, karcis gasebo, dan toilet setiap hari menyetor ke bendahara pendapatan dinas pariwisata 1x 24 jam, kemudian dari bendahara pendapatan menyetor ke kas daerah, dinas pariwisata mempekerjakan tenaga honor yang memiliki tugas masing-masing di antaranya bertugas di loker, menjaga gasebo, dan menjaga toilet dan petugas lain yang di pekerjakan sebagai petugas kebersihan dan keamanan, serta juga menyediakan tenaga paramedis dan tim SAR dan bekerja sama dengan PM dan kepolisian jika hari hari tertentu misalnya libur hari raya. Bentuk tanggungjawab yang di berikan oleh pengelola objek wisata yang mengalami kecelakaan akan diberikan fasilitas kesehatan oleh dinas pariwisata sedangkan yang meninngal dunia akan diberikan berupa dana hibah apabila mengajukan permohonan bantuan ke dinas pariwisata, akan tetapi hanya wisatawan lokal yang memiliki KTP/KK Kabupaten Bantaeng yang dapat memperoleh bantuan hibah sedangkan wisatawan luar daerah hanya di berikan fasilitas kesehatan. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this publication. Muhammad Ikram Nur FuadyKekerasan seksual adalah suatu kejahatan yang dapat terjadi dimana dan kepada siapapun, termasuk kepada perempuan yang terjadi di media massa. Bentuk-bentuk kekerasan seksual di media massa saat ini didominasi dalam bentuk daring, seperti, seperti perundungan cyberbullyng, pelecehan seksual sexual harassment, ujaran kebencian hate speech, penghinaan bentuk tubuh body shaming yang tidak hanya terjadi kepada perempuan dewasa, tetapi juga perempuan yang masih dalam ketagori anak. Sensitifnya kejahatan kekerasan seksual kepada perempuan membuat banyak pihak korban yang memutuskan tidak menempuh jalur hukum. Pilihan tersebut tidak menyelesaikan masalah karena pihak korban terkesan menutupi diri dan menanggung akibatnya sendiri karena takut sanksi sosial dari masyarakat. Hal ini juga diperburuk dengan anggapan sebagian masyarakat yang merasa penyelesaian secara jalur hukum itu sangat berbelit-belit, lama, dan mahal. Disinilah peran dari keadilan restoratif restoratif justice dalam memberikan solusi penyelesaian yang mengedepankan pemulihan korban. Keadilan restoratif adalah suatu konsep yang pada intinya merupakan usaha pemulihan pada korban dan memberikan kesempatan tersebut kepada pelaku kejahatan. Aparat penegak hukum dan pihak lain, seperti keluarga, tokoh agama, dan tokoh masyarakat hanya menjadi penengah untuk memperlancar proses tersebut. Namun, penyelesaian kejahatan kekerasan seksual pada perempuan melalui keadilan restoratif tidak selamanya berbuah manis. Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa rintangan dalam melakukan keadilan restoratif adalah ketidaksediaan pihak korban untuk menempuh jalur tersebut, seperti ketidaksediaan korban menikah dengan pelaku untuk menutupi kasusnya. Pada akhirnya, kejahatan kekerasan seksual pada perempuan merupakan kejahatan yang dinilai berat dan sulit untuk dilakukan perdamaian. Akan tetapi, selagi masih ada celah untuk memperbaiki hubungan pelaku dan korban serta melihat kepentingan masa depan korban, maka keadilan restoratif merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan. Selengkapnya akan dibahas dalam topik bab buku clear legal umbrella is a basis for the effectiveness of a policy, including in dealing with the Covid-19 pandemic. However, the inconsistency of the legal umbrella in giving birth legal uncertain, and the public becomes confused. This research aims to critique the Indonesian government's attitude in dealing with the Covid-19 pandemic, which began in early 2020 due to the legal umbrella's inconsistency in enforcing different and ineffective legal sanctions at the central government and local governments. The research method used is normative research with a statutory approach. In contrast, the research results will be explained in a descriptive-qualitative way. This research shows that the government considers the Covid-19 pandemic a non-natural disaster and does not lockdown. Meanwhile, the legal umbrella used is the health quarantine law, which requires implementing public health emergencies, almost the same as lockdowns. On the other hand, the Large-Scale Social Restriction PSBB policy has a legal basis for a health quarantine law, while the Covid-19 pandemic situation is a non-natural disaster that should refer to the disaster management law. Furthermore, other results also show ineffective enforcement of legal sanctions, such as criminal sanctions in regional head decisions that cannot be enforced because PSBB only includes administrative sanctions. In conclusion, the inconsistency of the legal umbrella in dealing with the Covid-19 pandemic is very detrimental to the community due to limited human rights, which can lead to legal uncertainty and public distrust of the study aims to elaborate the views of the right to freedom of expression in Indonesia with various other countries and create universal concepts and values for the limits of freedom of expression that can be accepted by the general public. The research method used is normative legal research using a statutory approach and a comparative approach. As for the results of the research, freedom of expression both in Indonesia and in various other countries provides open space for action, but there are fundamental things behind it that need to be adhered to collectively and universally, the fundamental thing is the limitations and accountability of the impacts arising from freedom of expression. In this case, the restrictions on expression include an appropriate respect for others' rights and freedoms, racism, and the general welfare of a democratic society. Respect the rights and reputations of others, Does not contain an element of hatred Does not contain fabricated information or hoaxes To adhere to reasonable standards of decency; Acts that violate the sacredness of specific religious values; Protect national security or public order or public health or morals in the interest of national security, territorial integrity, or public safety, to avert chaos or crime, to safeguard one's health or morals, to safeguard one's reputation or rights, to prevent the disclosure of information obtained in secret, and to preserve the judiciary's authority and impartiality. Muhammad Ikram Nur FuadyKemunculan geng motor dengan berbagai aksi kriminal sangat meresahkan masyarakat, khususnya wilayah Kota Makassar yang sepanjang tahun 2014- 2015 yang gempar dengan laporan kejahatan geng motor. Geng motor adalah sekumpulan orang memiliki hobi bersepeda motor yang membuat kegiatan berkendara sepeda motor secara bersama-sama, baik tujuan konvoi maupun touring dengan sepeda motor yang identik dengan kekerasan, seperti pencurian atau pembegalan, penganiayaan, bahkan sampai menelan korban jiwa. Selain itu, hal tersebut diperburuk dengan fakta bahwa anggota geng motor didominasi oleh remaja dan anak yang masih duduk di bangku sekolah menengah, seperti SMP dan SMA, dimana menurut hukum anak itu masuk kategori anak di bawah umur. Pada akhirnya, fenomena geng motor tersebut telah dianggap sebagai suatu ancaman bagi keamanan dan ketertiban masyarakat. Peran untuk melindungi, menciptakan keamanan, dan ketertiban masyarakat kantibmas merupakan peran institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam upaya mewujudkan hal tersebut, kepolisian telah diberikan kewenangan melakukan diskresi yang dapat digunakan sebagai alat memberantas kriminalitas geng motor. Namun, faktanya menunjukkan masih banyak anggota kepolisian yang tidak menggunakan diskresi atau melakukan kesalahan dalam penerapannya di lapangan, mengingat diskresi adalah kewenangan kepada pejabat kepolisian untuk bertindak atau tidak bertindak menurut pertimbangan aparat. Maka dari itu, buku ini penting untuk menjadi bahan pertimbangan oleh aparat kepolisian dalam bertindak menghadapi geng Patterns of Disagreements in EnglishN NurlaelahNurlaelah, N. 2020. Semantic Patterns of Disagreements in ZulhamPerlindungan KonsumenZulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Cet. 2; Jakarta Prenadamedia Group, 2016. Di akses pada tanggal 15 februari 2020 pukul Di akses pada tanggal 15 februari 2020 pukul 1100 AM